
Pada percakapan itu, Farhan mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada petunjuk resmi dari Pemerintahan Nasional untuk Pemerintah Propinsi Jawa Barat ataupun Pemerintah Kota Bandung tentang penyelenggaraan peringatan KAA.
"Walaupun Pemerintah Pusat mengharuskan kita (Pemkot Bandung) agar tidak melaksanakan perayaan formal ulang tahun Konferensi Asia-Afrika, kami masih merancang satu merek baru yang kami beri nama 'Ibu Kota Asia Afrika,' " kata Farhan.
Dia menyebutkan bahwa desain merek itu akan dirilis secara bersamaan dengan lambang baru pada tanggal 18 April 2025. Walaupun tak ada pesta berukuran besar, Kota Bandung masih bakal mendapat kedatangan sekitar 15 duta besar dari negeri-negeri mitra di wilayah Asia dan Afrika.
Di waktu yang bersamaan, pendiri FPCI, Dino Patti Djalal, menegaskan kebutuhan akan strategi diplomasi internasional yang jelas untuk pemerintah baru Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Dia menyebut figur Presiden Soekarno sebagai teladan seorang pemimpin dengan pandangan luar negeri yang kuat dan terdefinisikan.
"Presiden Soekarno dahulunya memiliki visi yang tegas di bidang kebijakan luar negeri: yaitu dekolonisasi. Apabila ditanyai tentang arti Non-Blok atau Konferensi Asia-Afrika— semua ini sebenarnya berada dalam konteks memperjuangkan kedaulatan bagi negara-negara dunia ketiga," ungkap Dino.
Menurut dia, konferensi Asia-Afrika yang dirancang oleh Soekarno ternyata menjadi tindakan strategis yang sukses. Pasca acara tersebut, sejarah mencatat bahwa 34 negeri di Benua Afrika serta dua negara lain di Benua Asia mendapatkan kemerdekaannya dari cengkaman penjajahan.
Dino juga menggarisbawahi pentingnya menyusun strategi kebijakan luar negeri yang jelas untuk pemerintah Prabowo. Menurut dia, Indonesia memiliki kedudukan yang amat vital dalam kancah global.
"Platform tersebut telah hadir untuk ASEAN dan BRICS. Strategi semacam itu harus sudah disusun dalam satu bulan awal kepemimpinan, atau setidaknya pada paruh pertama tahun ini, sebelum Presiden menghadiri KTT ASEAN di Bulan Mei," jelasnya.
Konferensi Asia-Afrika merupakan acara bergengsi pertama yang mengumpulkan negeri-negeri dari kedua benua - yaitu Asia dan Afrika – dimana kebanyakan masih dikuasai oleh penjajahan. Acara tersebut digelar pada tanggal 18-24 April tahun 1955 di gedung Merdeka, Bandung. Konferensi ini menandai titik balik signifikan bagi upaya bangsa-bangsa dunia ketiga mencapai kemerdekaan serta meningkatkan kerjasama internasional mereka.
Kerjasama Asia-Afrika pertama kali dicanangkan oleh kelima negara tersebut yaitu Indonesia, India, Pakistan, Sri Lanka, dan Myanmar. Visinya meliputi perlawanan terhadap kolonialisme, penentangan setiap wujud dari imperialis dan diskriminasi rasial, sambil juga mendorong eratnya hubungan ekonomi dan kebudayaan diantara seluruh anggota partisipannya.
Sebanyak 29 negara dari benua Asia dan Afrika turut serta pada pertemuan itu. Mereka merumuskan Dasadasal Bandung, yaitu suatu pernyataan yang memuat sepuluh poin pokok tentang aspek-aspek luar negeri, termasuk rasa hormat kepada kemerdekaan setiap bangsa, menjauhi campur tangan kebijakan internal negara lain, serta menangani perselisihan dengan cara-cara perdamaian.
KAA turut berperan dalam kelahiran Gerakan Nonblok, yaitu suatu gerakan global yang netral antara Blok Barat dan Timur selama masa Perang Dingin. Dampak dari pertemuan tersebut amat signifikan, seperti ditunjukkan dengan kedaulatan yang dicapai sebanyak 34 negara di Benua Afrika serta dua negeri lainnya di wilayah Asia pasca penyelenggaraan Konferensi itu. ***
Post a Comment for "Farhan Kritik Kurangnya Petunjuk dari Pusat untuk Memperingati 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika"