zmedia

Fatimah KND Beri Panduan Etik Bersosialisasi dengan Jemaah Disabilitas untuk Calon Petugas Haji

BeritaQ.com — "Jangan pernah membuat asumsi. Bertanya terlebih dahulu sebelum memberikan bantuan," kata Fatimah Asri Mutmainah dengan nada tenang tapi tegas kepada lebih dari seribu peserta calon pendamping haji yang sedang menghadiri Bimbingan Teknis PPIH 2025 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta pada hari Rabu pagi (16/4).

Fatimah, sebagai anggota Komisi Nasional Disabilitas serta seseorang dengan disabilitas sendiri, datang ke acara ini tidak sekadar untuk menyampaikan materi, melainkan juga berbagi pengalamannya dan rasa empatinya. Dia mengedukasi calon pegawai tentang betapa krusialnya pemahaman terhadap interaksi yang sesuai dengan jamaah haji yang memiliki disabilitas.

Pada tahun ini, total 457 jemaah yang memiliki disabilitas direncanakan untuk melakukan perjalanan ke Tanah Suci. Dari jumlah tersebut, kira-kira 23 orang telah ditugaskan dengan pengawal resmi. Sedangkan sisanya kemungkinannya besar hanya dibantu oleh anggota keluarga mereka saja.

"Tetapi hal tersebut tidak berarti bahwa orangtua dapat melepaskan tanggung jawabnya hanya karena mereka bersama dengan keluarga," jelas Fatimah.

Temanya adalah Haji yang Peduli Lansia dan Penyandang Disabilitas pada musim haji kali ini, kata Fatimah, tak bisa dijadikan sebagai semboyan belaka. Kesadaran dari pihak petugas menurut dia merupakan elemen penting supaya rangkaian ibadah haji dapat mencakup semua orang. Dia mendorong para pekerja tersebut untuk lebih memperhatikan empati serta berkomunikasi dengan baik selain hanya mengikuti instingtualitas mereka sendiri.

Fatimah mengatakan bahwa rintangan yang dialami oleh penyandang disabilitas bukan hanya terkait aspek fisik. Terdapat juga tantangan individu, serta hal yang kerap dilupakan: penghambat sosial. Banyak orang yang berkeinginan untuk membantu, tetapi merasa kebingungan tentang cara memulai tindakan tersebut. Mereka takut melakukan kesalahan. Pada akhirnya, mereka lebih memilih untuk diam.

"Keterbatasan tidak hanya berhubungan dengan aspek fisik. Jika berkaitan dengan hal fisik, biasanya dapat dilihat. Namun, bagaimana dengan anxiety atau gangguan kecemasan?" dia bertanya.

Dia menjelaskan betapa ramainya Masjidilharam dan momen melempar jumroh dapat menyebabkan orang dengan masalah kesehatan mental merasakan kepanikan ekstrem. Ekspresi cemas, tangan gemetaran, badan berkeringat—gejala-gejala ini mungkin tidak disuarakan tetapi pasti bisa dikenali oleh mata yang penuh perhatian.

Disitulah peran penting dari komunikasi. Saat berhadapan dengan jemaah dalam keadaan tersebut, Fatimah merekomendasikan untuk meminta petugas untuk bertanya secara langsung kepada mereka: "Apakah bantuan yang kalian perlukan?" Alih-alih melakukan tindakan sendiri-sendiri. Tidak serta-merta mendorong kursi roda tanpa persetujuan.

Dia memberikan contoh umum yang sering diabaikan: orang menggunakan kursi roda. Sering kali ada kecenderungan untuk segera menawarkan pertolongan tanpa memperhatikan bahwa meraih atau menyentuh kursi roda tanpa persetujuan merupakan bentuk pelanggaran kesopanan. "Kursi roda berfungsi sebagai gantian bagi kaki mereka. Jadi jangan sembarangan mendorong. Harus bertanya terlebih dahulu: 'Apakah Anda mau saya bantu mendorong?'” katanya mengingatkan.

Fatimah pun menyinggung masalah-masalah peka yang sering kali timbul meski tidak bermaksud jahat tetapi memiliki dampak signifikan: ucapan-ucapan yang merendahkan. Dia menjelaskan bahwa komentar-komentar sederhana layaknya "Ayo lebih cepat, kita takut tertinggal" dapat menyebabkan serangan panik pada jemaah yang memiliki gangguan mental.

"Sebaliknya, sikap tenang seperti 'jika membutuhkan sedikit waktu, aku akan menemanimu. Tak perlu cemas tentang ketinggalan,' akan sangat mengurangi kecemasan," ucapnya demikian membantu meredakan ketegangan.

Menurut Fatimah, etika berkaitan dengan memposisikan diri sendiri serta menghargai batas-batas orang lain. Meski sedang berinteraksi dengan seseorang yang menggunakan kursi rodanya, lebih baik posisi pandangan Anda disamakan untuk mencapai keterpautan tersebut. Hindari bicara terlalu tinggi atau meletakkan benda pribadi pada kursi roda orang itu, dan pastinya tidak boleh menyentuh atau mengambil alat bantunya tanpa persetujuannya.

"Penyandang disabilitas pun adalah orang normal seperti kita. Beberapa mungkin dengan berani meminta pertolongan, sementara beberapa lainnya mungkin tidak. Itu merupakan hak mereka," tutup Fatimah mengakhiri pembicaraannya.

Sesi pagi tersebut tidak hanya mengajarkan pengetahuan teknis, tetapi juga memperkenalkan rasa empati. Ini adalah persediaan berharga bagi petugas haji yang bakal menemani ribuan jamaah asal Indonesia melaksanakan ibadah suci di Bumi Suci, termasuk mereka yang datang dengan antusiasme luar biasa walaupun memiliki keterbatasan baik secara fisik ataupun psikologis.

Post a Comment for "Fatimah KND Beri Panduan Etik Bersosialisasi dengan Jemaah Disabilitas untuk Calon Petugas Haji"