zmedia

Darurat: Anggota Komisi III Dorong Presiden Prabowo Keluarkan PerppU untuk Memperbaiki Proses Recruitmen Hakim

JAKARTA, BeritaQ.com Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Hinca Pandjaitan menyarankan agar Presiden Prabowo Subianto merilis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang guna menangani kerusakan integritas hakim di Indonesia.

Hinca menyatakan hal itu sebagai tanggapan atas kasus keempat hakim yang menerima suap sebesar Rp60 miliar dalam vonis perkara eksportir kelapa sawit mentah (CPO) pada acara Sapa Indonesia Pagi. Kompas TV , Rabu (16/4/2025).

"Krisis hukum kita ini sebaiknya diatasi dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan proses pengambilan keputusan yang mendesak, saya setuju dengannya," kata Hinca.

Sebab visi presiden Asta adalah menghilangkan korupsi, namun pengambil keputusan akhir ternyata melanggar aturan tersebut. Oleh karena itu, saya mendukung Presiden Prabowo merilis peraturan pemerintah dengan urgensi guna memperbaiki undang-undang yang berkaitan dengan Mahkamah Agung serta proses penunjukan hakim; menurut pendapatku hal ini harus menjadi prioritas," tambah Hinca.

Menurut Hinca, pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial atas hakim sepertinya tidak efektif sama sekali.

"Maka ruang menjadi sangat terbuka dan saat dana yang signifikan mengalir dari pemberi suap, keutuhan prinsip Hakim pun runtuh," kata Hinca.

Sebaliknya, lanjut Hinca, tugas Komisi Yudisial yang seharusnya memantau dan menerapkan etika dalam praktik hukum menjadi sia-sia. Bahkan, kejujuran hakim runtuh akibat suap dari para pebisnis besar yang tengah berselisih di pengadilan.

Menurut pendapat saya, sang pemberi suap ataupun perushaan tersebut seharusnya menerima hukuman berat. Saran saya adalah mencabut lisensinya, lantaran tindakan mereka telah melewati batasan, " jelas Hinca.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menggerebek dan memenjarakan empat hakim yang dicurigai terlibat dalam penerimaan suap berkaitan dengan vonis kasus eksportasi minyak mentah. Empat individu tersebut meliputi: Kepala Pengadilan Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Hakim Djumyanto, hakim Agam Syarif Baharuddin (disingkat ASB), serta hakim Ali Muhtarom (singkatan AM).

Menurut pernyataan dari Kepala Pusat Informasi dan Penegakan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, Hakim Muhammad Arif Nuryanta menetapkan biaya sebesar 60 miliar Rupiah sebagai bayaran atas permohonan putusan onslag oleh salah satu pihak dalam kasus ini. Kemudian, dari jumlah itu, hakim Arif mengalihkan ke hakim Djumyanto, hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB), serta hakim Ali Muhtarom (AM) secara keseluruhan senilai 22,5 miliar Rupiah.

"ASB mendapatkan dana dalam bentuk dollar senilai Rp 4,5 miliar. Sementara itu, DJU memperoleh dana berbentuk dollar dengan nilai setara Rp 6 miliar. Dari jumlah ini, DJU mengalokasikan sekitar Rp 300 juta ke Panitera. Di sisi lain, AL juga menerima pemasukan dalam bentuk dolar Amerika Serikat bernilai sama dengan Rp 5 miliar," terangkan Harli.

"Ketiga hakim itu menyadari maksud menerima uang tersebut supaya kasus itu disidangkan Onstlag dan pada tanggal 19 Maret 2025, kasus tersebut memang digelar Onstlag," jelas dia.

Post a Comment for "Darurat: Anggota Komisi III Dorong Presiden Prabowo Keluarkan PerppU untuk Memperbaiki Proses Recruitmen Hakim"