
Tunjukkan rasa hormat pada diri sendiri sebelum orang lain menghinamu, dan tunjukkan pula rasa hormat pada oranglain sebelum kamu memerlukan mereka.
Apa arti dari pernyataan tersebut? Kita kerapkali meremehkan diri kita dengan mencaci maki atau memandang sebelah mata oranglain. Namun, jarang sekali kita menyadarinya bisa berdampak negatif; hal ini dapat membentuk persepsi serta capaian buruk terhadap diri kita dalam pandangan orang lain, karena sikap tak menghargai mereka yang ada di posisi lebih lemah daripada kita. Menyayangi diri sambil tetap tampil rendah hati ketika bertemu orang lain merupakan sebuah keterampilan hidup.
Siapa yang tak mau dipandang tinggi, dimuliakan, serta dibalas dengan penghargaan apa pun pekerjaannya, seberapa rendahpun latar belakangnya? Kita sering kali hanya memandangi seseorang berdasarkan tampilan permukaan mereka semata-mata. Bahaya muncul saat kita gagal mendeteksi kesalahan dalam diri mereka sehingga malah membuat tuduhan tanpa bukti. Ini adalah contoh nyatanya yakni saling mencaci satu sama lain.
Apa itu penghargaan dan kepada siapa hal tersebut ditujukan? Mengapa ada orang yang kesulitan dalam memberikan penghormatan terhadap suatu hal atau individu? Inilah penjelasannya.
Apresiasi dan Siapa Targetnya?
Berdasarkan KBBI, apresiasi merupakan suatu penilaian atau penghormatan terhadap hal tertentu. Penilaian ini muncul dari observasi visualnya sedangkan penghormatan itu sendiri lahir dari perasaannya. Dua elemen tersebut membentuk persepsi; kesimpulan dari persepsi bergantung pada cara individu memproses pemikirannya tentang orang atau objek tertentu dalam rutinitas sehari-hari mereka. Jika dia condong untuk merespons dengan ketakutan, maka interpretasi akhir akan mencerminkan hal tersebut. Namun jika dia telah terbiasa melihat situasi tersebut dari beberapa perspektif, maka hasil persepsinya pun menjadi lebih obyektif.
Pujian berhubungan dengan perilaku yang secara rutin dijalankan hingga menjadi kebiasaan positif. Memberi penghargaan serta menunjukkan rasa hormat kepada setiap individu tanpa memandang perbedaan. Akan tetapi, kita mungkin merasa kesulitan untuk menyampaikan pujian karena alasan-alasan tertentu seperti keterbatasan informasi yang tepat dari apa pun yang diamati, didengarkan, dan dialami melalui kelima indra kita, serta faktor-faktor lainnya.
Siapakah sasarannya? Mulai dari kalangan berpenghasilan rendah sampai kelompok elite. Jika kita ingin mengevaluasi diri dibandingkan dengan negara-negara lain, tentunya masih terpaut cukup jauh akibat variasi praktek peradaban yang ada. Ketika membahas Sila Kedua Pancasila yakni Ke-Manusia-an Yang Adil Dan Beradab bukan cuma soal kesetaraan dalam pembangunan saja, baik itu di sektor ekonomi maupun hal-hal lainnya; melainkan juga bagaimana menghormati martabat setiap individu sebagai manusia. Mendorong etika ini harus dimulai dari atasan kepada bawahan serta dari bawah menuju atasan.
Meskipun di dalam satu bangsa, bahkan di lingkungan kecil seperti rumah tangga atau masyarakat pun prinsip kedua ini belum banyak dilaksanakan. Budaya otoritarian masih melekat pada beberapa individu dalam kelompoknya sendiri. Sering kali saya menyaksikan situasi tempat sang suami bersikap seenaknya terhadap istrinya, berpandangan bahwa dirinyalah yang patut ditundukkan serta dia lah yang harus menyelesaikan semua pekerjaan.
Setiap orang pasti memiliki batas kemampuan dalam menyelesaikan segala hal sendirian tanpa bantuan dari siapa pun. Meski demikian, pasangan harus saling mensupport satu sama lain. Istri berperan penting sebagai pendukung di sisinya demi kelancaran urusan domestik bersama suaminya. Begitu pula sebaliknya, suami pantas diberi acungan jempol karena menghasilkan uang serta menyediakan kebutuhan bagi keluarganya tapi tetap bisa kerja sama dengan istrinya di dalam rumah tangga, ikut menjalankan peranan dalam mendidik buah hati mereka, mewujudkan cinta dan peduli serta menjadi panutan hidup bagi putra-putrinya tersebut.
Karena Kesulitan Menyampaikan Penghargaan kepada Orang Lain
Pujian tak melulu tentang pencapaian luar biasa ataupun perbuatan besar, namun juga dapat ditemukan dalam hal-hal sederhana seperti perkataan dan perilaku positif dari orang lain kepada kita. Apresiasi verbal merupakan ungkapan rasa terima kasih. Sudahkah kita menggunakan kata-kata tersebut di lingkungan keluarga? Misalkan saja pada sang istri yang selalu siap memasak, menjaga semua kebutuhan rumah tangga serta menjadi pelindung bagi anak-anak saat suami sedang absen. Begitu pula dengan penghargaan kepada suami atas kerelaannya menyediakan finansial untuk istrinya, meski harus bekerja keras sehingga merasa letih, bahkan sering kali mendapat ejekan ketika beraktivitas diluar rumah. Bagaimana mungkin keduanya bisa benar-benar memahami satu sama lain tanpa adanya apresiasi?
Mengapa penghargaan begitu vital di dalam hidup? Penghargaan merupakan bahasa kasih sayang antar sesama, nutrisi bagi jiwa; tanpanya, manusia bisa merasakan kesendirian, kerinduan, kelaparan emosional serta lukanya. Pernakah kita memberikan penghargaan pada seorang pertanian yang sudah menyumbangkan padi sebagai sumber utama makanan negeri ini? Jika mereka memutuskan meninggalkan pekerjaannya itu demi hal lain, tentu saja karbohidrat dasar negara kita tak lagi menjadi nasi. Lalu bagaimana dengan para petani lainnya yang belum pernah mendapat nilai tersendiri dari hasil jerih payah mereka, harga terus dipaksa turun supaya rakyat masih dapat menikmati kedamaian ekonomi.
Penghargaan bukanlah semata-mata tentang menyampaikan kata-kata terima kasih, namun juga memberikan apresiasi yang setimpal untuk siapa pun tanpa peduli latar belakang pekerjaannya. Saya sering kali mengekspos bahwa di beberapa negara lain, ungkapan puji-puji dapat dilontarkan begitu saja kepada orang-orang sekitar mereka, termasuk kepada individu yang menjalani suatu profesi tertentu secara tepat serta ditampilkan dalam cara yang sewajarnya. Mengapa hal ini sangat krusial untuk kita perlakukan demikian?
Setiap individu akan merasa puas telah berbuat sebaik-baiknya untuk orang lain serta mendapat penghargaan. Coba bayangkan jika kita menyumbangkan sesuatu pada seseorang namun mereka malah mengabaikan dan menjelek-jelekkannya. Awalnya kita dapat memaklumi, tetapi perlahan-lahan kita menjadi kapok dan cenderung hanya peduli dengan kepentingan diri sendiri. Jika situasi serupa terus terjadi pada banyak orang, negeri ini bakal dipenuhi warga yang acuh tak acuh.
Apresiasi bukan cuma bergerak dari bawahan ke atasan dan kemudian berakhir, melainkan orang di posisi atas pun harus dapat menilai apa yang sudah mereka terima dari para bawahannya. Membangun suasana saling-menghargai sulit dicapai karena biasanya hanya satu pihak saja yang melakukan hal tersebut. Cenderung hanya ingin mendapatkan tanpa bersedia untuk memberikan balas jasa atau penghargaan.
Menghargai serta menghormati orang lain adalah hal serius yang memiliki dampak signifikan pada jiwa mereka; jiwa yang awalnya lemah bisa menjadi kuat, sementara jiwa yang sakit dapat pulih. Melindungi hak-hak milik orang lain merupakan bagian penting dari pemberian nilai, namun egosentrisme tingkat tinggi mencegah kita untuk merespect orang lain dengan baik. Terkadang kita melupakan fakta bahwa semua manusia diciptakan setaraf, perbedaan hanya terletak pada pilihan pekerjaan saja. Inilah yang kadang menimbulkan persepsi adanya hierarki antara satu individu dengan individu lainnya.
Apabila seseorang tak memperoleh penghargaan yang seharusnya diberikan kepada setiap individu—yakni dianggap sebagai makhluk hidup dengan nilai-nilai sendiri—maka orang tersebut dapat bergerak untuk menentang hal itu. Hal ini bisa terjadi pada tingkat keluarga, masyarakat luas, bahkan sebuah negeri. Proses dimulainya biasanya dari lingkungan terkecil seperti dalam keluarga; jika kepala keluarganya telah tepat memberlakukan aturan dan tata cara penguasaannya, anggota-anggotanya cenderung taat dan enggan menyuarakan protes. Namun, apabila si suami atau bapak bersikap otoriter, mereka justru akan dipertahankan oleh waktunya, merasa perlu melawan serta kembali menjadi mandiri daripada hanya mentaati.
Tidak mudah untuk memberikan penghargaan padanya karena dia tidak pernah mendapatkan penghargaan dari lingkungannya sendiri. Dia merasa sangat kurang berarti dan bertanya-tanya kenapa harus memuji orang lain? Menurutnya jika bahkan dia tak dihargai, mengapa harus menghargai orang lain?. Hal ini terjadi secara timbal balik; ketika seseorang menerima penghargaan, mereka dapat pula memberikannya. Dengan memiliki sesuatu dalam dirinya yang bisa dibagikan, akhirnya dia pun bisa membantu orang lain dengan hal tersebut.
Segalanya dimulai dari dalam diri kita sendiri, mengamati pasangan yang setiap hari hanyalah sibuk dengan tanggung jawab dan pekerjaan sehari-hari tanpa adanya perhatian kasih sayang. Begitu pula dengan anak-anak kita, meskipun perkara yang tampak remeh ini amat penting baginya, mendengarkan kata-kata puji-pujian dari kita sudah cukup untuk meningkatkan gairah hidupnya serta mendorong dia melakukan lebih banyak hal dan menampilkannya kepada kita sehingga hatinya merasa senang lewat penghargaan tersebut.
Setiap orang butuh penghargaan meskipun cuma lewat gelaran seperti bapak, ibu, anakku, kakak, atau sayangku. Kata-kata terima kasih, mohon maaf, dan hal-hal serupa juga termasuk. Penghargaaan ini membuktikan bahwa seseorang dihargai serta berperan penting dalam kehidupan sosial sehingga mereka cenderung bekerja lebih keras lagi dan menghasilkan kualitas terbaik bagi semua pihak, tak luput dari negara mereka sendiri. Memberi apresiasi adalah cara efektif untuk mendongkrak perkembangan suatu bangsa; jadi, apa alasan kita enggan melakukannya?
Sering kali yang terjadi adalah kita hanya menyalahkan, merendahkan upaya orang lain, memarahinya sampai kehilangan semangat, menjebaknya, mencemoohnya, dan sebagainya. Bisakah suatu negeri berkembang saat praktek demikian rutin dijalankan dimanapun? Setiap umur serta setiap karakter membutuhkan penghargaan agar dapat membawa makna dan kesegaran dalam hidup mereka.
Post a Comment for "Apakah Penting Menghargai Capaian di Setiap Bidang?"