zmedia

Pegiat Pendidikan Kalteng: Jadikan Sekolah Rakyat Alat Pembangunan, Bukan Hanya Proyek, Tetapi Sarana untuk Kaum Tertindas

BeritaQ.com, PALANGKA RAYA Pemerintah lewat Kementerian Sosial merancang Sekolah Rakyat, suatu kebijakan yang bertujuan menyediakan pendidikan tanpa biaya bagi anak-anak keluarga tidak mampu. Di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng), empat daerah setempat sudah menyarankan beberapa tempat untuk konstruksi Sekolah Rakyat tersebut.

Keempat kabupaten yang mengajukan lokasi untuk Sekolah Rakyat tersebut meliputi Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau, Gunung Mas, dan Katingan.

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf menyatakan bahwa empat kabupaten yang diajukan kini tengah menjalani proses verifikasi guna ditetapkan sebagai tempat pelaksanaan Program Sekolah Rakyat.

Ia menyampaikan hal tersebut ketika melakukan sosialisasi dan koordinasi untuk membentuk Sekolah Rakyat di Aula Jaya Tingang, kantor Gubernur Kalimantan Tengah pada hari Selasa (15/4/2025).

"Telah melakukan koordinasi bersama Gubernur, Bupati, dan Wali Kota di Kalimantan Tengah guna mempercepat proses atau setidaknya mendapatkan informasi yang lebih rinci mengenai pelaksanaan Sekolah Rakyat ini," kata Saifullah Yusuf.

Merespons kebijakan Sekolah Rakyat ini, Wira Surya Wibawa yang merupakan tokoh dari sekolah alternatif dan juga pencipta Sekolah Rakyat Merdeka Kalimantan Tengah, menyebut bahwa pihak pemerintahan telah melakukan tindakan berani guna mencapai komunitas-komunitas yang selama ini dikesampingkan di jajaran pendidikan formal.

Wira menyatakan bahwa apabila dipahami secara mendalam, Sekolah Rakyat dapat menghadirkan revolusi dalam sistem pendidikan di Indonesia dan merespon kebutuhan fundamental yang belum terlayani oleh pendekatan tradisional.

Menurut Wira, Sekolah Rakyat memiliki potensi sebagai alat untuk mendidik 'kelompok yang terzalimi'.

"Bukan sekadar memberikan akses, tetapi juga mengembalikan harga diri," kata Wira, Rabu (16/4/2025).

Menurut Wira, kondisi pendidikan bagi anak-anak kurang beruntung masih sangat mengkhawatirkan. Masalahnya bukan saja berasal dari keterbatasan finansial, tetapi juga dipengaruhi oleh sistem sosial yang membekap, kesulitan akses secara geografis, serta pandangan budaya yang melihat pendidikan sejauh di luar kehidupan nyata mereka.

"Walaupun mereka berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan, namun tak ada jalan yang terbuka bagi mereka. Jika sistemnya tetap seperti ini tanpa perubahan mendasar, pendidikan akan selalu mempertahankan disparitas sosial," ungkap Wira.

Wira mengatakan bahwa Program Sekolah Rakyat memiliki peluang besar untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu. Akan tetapi, hanya memiliki potensi saja belum cukup.

Sekolah Rakyat, sambung Wira, perlu didirikan tanpa menggunakan metode birokratis yang kaku, tetapi memakai cara yang berbasis pada kepentingan rakyat, inklusif, serta penuh empati manusia.

"mereka perlu merasakan bahwa sekolah ini adalah milik mereka sendiri, bukan hanya sebuah program dari pemerintah," tandasnya.

Program Sekolah Rakyat ini dapat memenuhi keperluan fundamental seperti layanan gratis, asrama, serta berfokus pada pendidikan bagi anak-anak kurang mampu. Tetapi agar benar-benar menjadi suatu solusi, sekolah tersebut perlu mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, membangun kepribadian siswa, dan membentuk pengertian tentang jati diri mereka.

Dalam perspektif sosiologi, penting bagi kita untuk mengerti bahwa anak-anak terpinggirkan ini bukan hanya membutuhkan guru, tetapi juga figur teladan dan fasilitator yang dapat membantu meningkatkan kembali rasa percaya diri mereka sebagai individu yang lengkap," ungkap Wira.

Dalam situasi di mana biaya pendidikan semakin tinggi dan kesempatan kerja terbatas, komunitas menganggap Sekolah Rakyat sebagai solusi yang tepat.

Namun, harapan yang besar juga membawa risiko; apabila program ini gagal atau tidak bertahan lama, dapat tercipta ketidakpuasan yang intens. Semua harapan tersebut perlu ditanggapi dengan serius melalui manajemen, pemantauan, serta pengevaluasian secara berkesinambungan.

Apabila dilaksanakan dengan tekun, Sekolah Rakyat dapat berubah menjadi suatu gerakan pembebasan, tidak hanya sebagai sebuah proyek saja. Ini mampu menggambarkan kepulangan jiwa pendidikan Indonesia sebagaimana harapan Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidikan yang memberdayakan rakyat.

"Tetapi hal tersebut baru dapat dicapai apabila kita merombak paradigma, menyadari bahwa pendidikan tidak sekadar melibatkan skor, hasil ujiannya, atau peringkat. Namun lebih kepada pembentukan individu secara keseluruhan, yang memiliki pemikiran, kemampuan, serta martabat," jelas Wira.

Post a Comment for "Pegiat Pendidikan Kalteng: Jadikan Sekolah Rakyat Alat Pembangunan, Bukan Hanya Proyek, Tetapi Sarana untuk Kaum Tertindas"