
BeritaQ.com Pemerintah lewat kolaborasi antara Departemen Perumahan Rakyat serta Departemen Komunikasi dan Digital (Komdigi) merancang untuk mendistribusikan 1.000 unit perumahan bersubsidi dan berkualitas bagi para wartawan dimulai pada tanggal 6 Mei 2025. Initiatif ini merupakan hasil kerjasama diantara Departemen Perumahan dan Permukiman, Departemen Komunikasi dan Digital, Badan Pusat Statistik (BPS), Tabungan Penyedia Perumahan (Tapera), Bank tabungan Negara (BTN), yang semuanya mempergunakan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
FLPP ini tersedia bagi setiap warga negara yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut meliputi belum memiliki hunian sendiri, dengan batas pendapatan tidak lebih dari Rp 7 juta per bulan untuk individu tanpa keluarga atau hingga Rp 8 juta per bulan jika sudah berkeluarga. Suku bunga tetapnya adalah 5%, serta down payment-nya hanya mencapai 1% dari total nilai properti.
Walaupun Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengklaim bahwa program tersebut adalah ungkapan peduli pemerintah terhadap kesejahteraan wartawan, tidak berfungsi sebagai alat politik atau usaha menenangkankritikan. Tetapi para jurnalis tetap menerima hak istimewa atau rute spesial untuk bisa mendapat manfaat dari skema kredit rumah ini.
Meskipun program ini tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan wartawan atau bidang jurnalisme, memberikan rute terpilih bagi para jurnalis agar bisa mengakses program perumahan yang disubsidi dapat menciptakan persepsi negatif tentang profesi tersebut, seperti jika mereka pantas mendapat perlakuan istimewa.
Selagi kelompok profesional lain perlu bersaing melalui proses reguler untuk mendapatkan program rumah terjangkau ini. "Bantuan pada pembelian rumah seharusnya tidak didasarkan pada pekerjaan seseorang tetapi ditujukan kepada masyarakat yang benar-benar memerlukannya sesuai dengan tingkat pendapatannya, tanpa peduli apa profesi mereka," ujar Reno Esnir, Ketua Umum PFI, seperti disampaikan secara tertulis pada hari Rabu (16/4).
Selama itu pula, Ketua Umum AJI, Nany Afrida menyampaikan bahwasannya apabila jurnalistik menerima hunian dari Komdigi, hal tersebut tak dapat dipungkiri akan menciptakan persepsi umum yang menunjukkan kalau para jurnalis telah kehilangan sifat kritis mereka. "Lebih baik program semacam ini diakhiri saja, agar sesama kami dapat memperoleh pinjaman melalui saluran standar layaknya melalui Tapera ataupun perbankan," ucapnya.
Sebagai warga negara, jurnalis tentu memerlukan tempat tinggal. Akan tetapi, bukan hanya jurnalis saja, setiap warga negara yang memiliki profesi apa pun juga membutuhkan sebuah hunian.
Di samping itu, jika pemerintah mau memperbaiki kesejahteraan jurnalis, seharusnya memastikan perusahaan media menjalankan UU Tenaga Kerja. "Termasuk memastikan upah minimum jurnalis, memperbaiki ekosistem media dan menghormati kerja-kerja jurnalis," kata Nany Afrida.
Herik Kurniawan, Ketua Umum IJTI, mengatakan bahwa syarat kredit perumahan seharusnya diberlakukan bagi seluruh warga negara tanpa memandang pekerjaannya. Dia juga menyebut pemerintah harus lebih mendalam dalam merancang kebijakan agar ketentuan tersebut dapat diakses oleh setiap kelompok sosial.
"IJTI menyampaikan rasa terimakasihnya kepada pemerintah karena telah menunjukkan perhatian pada para jurnalist, namun mereka juga berharap agar pemerintah dapat mendukung dunia pers melalui beragam regulasi yang mampu menciptakan iklim media yang sehat dan kondusif," ungkap Herik.
Dia juga mengusulkan agar Dewan Pers tidak ikut serta dalam kegiatan itu. Sebab, Dewan Pers memiliki kewenangan yang lebih berfokus pada bidang jurnalisme, sedangkan program bantuan hunian bagi wartawan sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan industri pers.
"Campur tangan Dewan Pers tidak diperlukan karena pengelolaan perumahan bukanlah tanggung jawab Dewan Pers," tandas Herik.
Post a Comment for "AJI, IJTI, dan PFI Tolak Rencana 1.000 Rumah Subsidi untuk Wartawan"