Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang diketuai oleh Dwikorita Karnawati, menyatakan resmi bahwa periode kekeringan di Indonesia sudah dimulai sejak bulan April tahun 2025. Informasi tersebut disampaikan lewat pernyataan tertulis pada hari Sabtu, tanggal 12 April 2025.
Namun, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, musim kemarau kali ini diperkirakan akan tiba secara perlahan dan umumnya lebih pendek di banyak daerah.
Berdasarkan laporan pengawasan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa total 115 Wilayah Musiman (WISMO) di Indonesia telah mengalami perubahan ke musim kering mulai bulan ini. Angka itu diproyeksikan akan meningkat lagi selama Mei-Juni, meliputi area-area penting seperti Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, sampai dengan wilayah Papua.
1. Masa puncak kekeringan diperkirakan terjadi antara bulan Juni sampai Agustus.

BMKG menyatakan bahwa sekarang ini fenomena iklim dunia, seperti ENSO atau El Nino-Southern Oscillation dan IOD atau Indian Ocean Dipole, sedang dalam keadaan netral. Hal ini menunjukkan tak adanya hambatan cuaca utama yang berasal dari Laut Pasifik ataupun Laut India.
Di samping itu, Dwikorita menyebutkan bahwa puncak musim kemarau tahun 2025 direncanakan berada di antara Juni sampai Agustus. Kekeringan yang paling parah diyakininya akan menjangkiti area-area seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, serta Maluku pada bulan tersebut yaitu Agustus.
Mengherankan, musim kering kali ini diperkirakan tak hanya akan lebih singkat dibandingkan biasa, namun juga memiliki karakteristik yang bervariasi. Dipersepsikan bahwa sekitar 60% area di Indonesia akan menghadapi musim kemarau dengan tingkatan kekeringan normal.
"Dugaan menunjukkan bahwa durasi kekeringan diperkirakan lebih singkat dibandingkan biasanya di hampir semua area, walaupun ada sekitar 26% daerah yang bakal menghadapi musim kering yang berlangsung lama, terutama di bagian tertentu Sumatera dan Kalimantan," jelasnya.
2. Diperlukan suatu sistem untuk penanggulangan bencana
Dwikorita mengusulkan penerapan tindakan pengurangan risiko, terutama pada bidang-bidang penting seperti pertanian. Dia mendukung ide bahwa para petani serta pejabat setempat harus memodifikasi jadwal penanaman mereka sesuai dengan perkiraan awal dari musim kemarau yang akan datang di tiap-tiap area tersebut.
Di samping itu, memilih jenis tanaman yang lebih tahan terhadap kemarau adalah salah satu metode penyesuaian yang signifikan. Disarankan pula untuk menerapkan manajemen air secara lebih efisien guna menjaga kelancaran suplai air irigasi meski dalam kondisi curah hujan berkurang.
"Pada area yang memiliki masa kekeringan cukup lembab, hal ini dapat memberikan kesempatan bagi peningkatan luas tanaman dan hasil pertanian, asalkan didampingi dengan pencegahan ancaman serangga," tambahnya.
3. Persiapan terhadap bencana alam serta ancaman penyakit kesehatan

Di bidang bencana alam, Dwikorita menggarisbawahi bahwa risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan tantangan besar.
BMKG menyarankan kepada pemerintah daerah dan publik untuk memulai tindakan preventif saat musim hujan sedang berjalan. Hal ini melibatkan pelembapan lahan gambut guna mengontrol permukaan air, serta pengisian waduk dan tangki penyimpanan air di area yang rentan terhadap kebakaran hutan dan asap.
Di samping itu, bidang lingkungan dan kesehatan harus tetap waspada terhadap efek berkelanjutan dari musim kemarau, misalnya menurunnya mutu udara. Kemungkinan kombinasi antara cuaca panas dengan tingkat kelembaban yang tinggi dapat memberikan pengaruh pada kenyamanan serta kondisi kesejahteraan warga masyarakat.
BMKG mengantisipasi bahwa musim kemarau tahun 2025 akan berlangsung lebih pendek daripada kebiasaannya. Warga diminta untuk menjalankan tindakan-tindakan preventif yang dapat mengefektifkan dampak pada kesejahteraan dan juga meredam risiko bencana yang disebabkan oleh kekeringan.
Post a Comment for "Kapan Musim Kemarau 2025 Datang? BMKG Ramal Berlangsung Lebih Pendek"