
PR GARUT- Suatu topik yang sudah lama tidak dibahas kini mengemuka lagi dalam keriuhan politik lokal. Yaitu tentang pendirian Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS). Revisisi zonasi ini lebih dari sekedar spekulasi semata. Untuk beberapa kalangan di bagian selatan Jawa Tengah, hal tersebut merupakan aspirasi tua yang masih menunggu realisasinya.
Dengan mencakup tujuh daerah, yaitu Kota/Kabupaten Solo, Klaten, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Wonogiri, serta Sragen, rencana pembentukan wilayah ini merupakan salah satu topik yang sangat panas beberapa waktu terakhir. Banyak warganet bahkan menggambarkannya sebagai "kembalinya kekuasaan masa lalu tetapi dengan tampilan modern".
Menjelajahi Asal-usulnya, Kenapa Surakarta Spesial?
Banyak orang tidak sadar bahwa dahulu Surakarta pernah setanding dengan Yogyakarta. Pada bulan Agustus tahun 1945, ketika kemerdekaan Indonesia baru saja dimulai, Keraton Surakarta beserta Mangkunegaran mengumumkan dukungannya kepada negara republik yang sedang dibentuk tersebut. Hanya empat hari sebelum Yogyakarta melakukan hal yang sama, Pakubuwono XII dan Mangkunegara VIII sudah menerbitkan deklarasinya untuk mendukung Sukarno-Hatta.
Sebagai respons terhadap hal tersebut, Presiden Soekarno kemudian menerbitkan Piagam Penetapan pada tanggal 6 September 1945. Dokumen ini memastikan bahwa Surakarta memiliki status khusus sebagai daerah istimewa, walaupun aturan ini hanya diberlakukan untuk jangka waktu pendek sampai pertengahan tahun 1946.
Saat ini, setelah sekitar 80 tahun berjalan, pembicaraan tentang pemberian status istimewa kepada Surakarta tidak hanya memiliki nuansa sejarah, tetapi juga aspek strategis.
Apabila terwujud, Provinsi Khusus Surakarta akan mencapai luas kira-kira 5.750 km² dengan populasi melebihi 7 juta orang, yang merupakan ukuran yang cukup signifikan untuk daerah otonom baru tersebut.
Kota akan menjadi fokus utama untuk urusan pemerintahan dan seni, berbekal daya saing ekonomi kreatif serta warisan sejarahnya. Kabupaten Klaten dan Sragen memberikan kontribusi bernilai dalam aspek sejarah wisata, mulai dari situs Prambanan sampai Sangiran.
Boyolali dan Karanganyar menjadi tulang punggung pertanian dan peternakan modern. Sukoharjo menjadi penggerak industri tekstil dan kuliner tradisional. Wonogiri menyimpan potensi besar di sektor perikanan dan pariwisata alam.
Memanfaatkan daya saing ini, DIS diperkirakan tidak sekadar meraih kemandirian, melainkan dapat menjelma sebagai fondasi perkembangan ekonomi yang baru di wilayah bagian Selatan Jawa Tengah.
Antara Harapan dan Tantangan
Tentu saja, proses untuk melakukan pemekaran tidaklah mudah. Di samping perlu adanya persetujuan dari DPR dan Presiden, pemerintah pun diharuskan mempersiapkan berbagai aspek penting. Ini mencakup penilaian komprehensif terhadap dampak ekonomi dan sosialnya, keadaan fasilitas infrastruktur dan penyediaan layanan publik, serta mekanisme bagi alokasi dana dan tenaga kerja antara dua provinsi tersebut.
Sebagian orang yang meragukan ide tersebut menganggapnya dapat menciptakan tensi politik serta berpotensi menimbulkan kemubaduhan birokrasi. Namun, tidak sedikit juga yang memiliki pandangan positif terhadap hal itu. Ini bukanlah sebuah perpisahan, tetapi menyamakan sejarah dengan tantangan zaman saat ini, sebut salah satu figur budaya diSolo.
Masyarakat sebelumnya di Karesidenan Surakarta saat ini bertanya-tanya, apakah impian itu akan berubah menjadi realitas? Atau jadinya hanya sekedar diskusi yang pada akhirnya lenyap bersama dengan zaman, layaknya status istimewa yang pernah ada tapi kemudian sirna tanpa adanya landasan hukum?
Jelaslah bahwa ide ini saat ini sudah menjadi sebuah isu sensitif yang tidak hanya membangkitkan kenangan historis, tetapi juga merangsang harapan baru untuk pembangunan yang lebih adil, identitas budaya, serta otonomi wilayah. Surakarta, bukan sekadar cerita dari zaman dahulu. Mungkin saja, hal ini merupakan gambaran tentang masa depan.
Post a Comment for "Pemekaran Wilayah di Jawa Tengah: Apakah Rencana Pembentukan Provinsi DIS Akan Menjadi Kenyataan?"