BeritaQ.com Walaupun telah mencapai usia 60 tahun, hal tersebut tidak menyurutkan antusiasme Hj Siti Samrotu dalam melanjutkan bisnis tempe yang dimulainya pada tahun 1981.
Pembuat tempe di Kelurahan Landasanulin Barat, Kecamatan Lianganggang, Kota Banjarbaru ini ketika ditemui pada hari Sabtu (12/4) sedang asyik menyiapkan kacang kedelai sebelum diproses menjadi tempe.
Didampingi oleh tiga karyawan, wanita yang biasa dipanggil Mbah Siti ini tampak mahir dan teliti dalam membungkus tempe sebelum menjualnya di pasaran serta mengirimkan pesanan para konsumen.
Mbah Siti mengungkapkan bahwa bisnis yang telah berumur 44 tahun itu dimulai olehnya saat dia masih di Semarang, Jawa Tengah.
Ketika berpindah ke Kalimantan Selatan dan tinggal di Kota Banjarbaru tahun 2014, dia menghidupkan kembali bisnis tersebut.
"Memproduksi tempe telah menjadi suatu hal yang tak terpisahkan dari kehidupan saya," katanya.
Siti memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan membuat tempe sebab telah terbiasanya hal tersebut.
Dia menyatakan dirinya belum terbiasa dengan kegiatan duduk diam meskipun sudah mempunyai pegawai.
Meskipun begitu, ia tidak berencana untuk mengembangkan atau menyewa area produksi yang lebih besar. Segalanya dilakukan di dalam rumahnya.
"Memproduksi tempe tidak tergantung pada lokasi, tetapi bergantung pada kualitas dan hubungan," katanya.
Walaupun hubungan interpersonal dianggap penting, Mbah Siti tetap memilih untuk tidak ikut dalam komunitas atau menjual produknya secara online.
Itu terjadi karena dia merasa telah memiliki banyak konsumen dan masyarakat di pasaran sudah mengenal produk tempe Mbah Siti dengan baik.
Meskipun begitu, Mbah Siti masih bersosialisasi dan berinteraksi dengan pembuat tahu lainnya di Banjarbaru. Hal itu ia lakukan pada rapat berkala bulanannya.
Walaupun sudah ditinggalkan oleh suaminya, Mbah Siti menyatakan masih akan terus menjaga bisnis mereka.
"Usaha ini dimulai bersama suamiku sehingga perlu terus dijaga," katanya.
Beragam hambatan kerap muncul seperti misalnya peningkatan biaya untuk membeli kacang kedelai pada masa kini, tetapi perusahaan tersebut berniat untuk tetap mempertahankan bisnisnya melalui beberapa metode.
Itu dilakukan pula untuk memenuhi kebutuhan tiga pekerja yang dianggap seperti anak sendiri.
"Mereka telah bersama saya sejak lama dan dapat menyelesaikan berbagai tugas tanpa perlu disuruh. Mereka sudah mengerti tanggung jawab masing-masing," terangnya.
Saat berproduksi, mereka umumnya mengeluarkan dana Rp 1.020.000 untuk membeli 100 kilogram kacang kedelai setiap kali pembelian.
Dari 100 kilogram kacang kedelai tersebut dapat diolah menjadi lebih dari 400 potong tempe. Setelahnya, tempe dipasarkan ke pasar. Selain itu, ada juga pembeli yang datang langsung untuk mengambil produk tersebut.
Mbah Siti bersama para pekerjanya memproduksi tempe secara harian. "Syukur Alhamdulillah, selalu ada yang membeli," katanya.
Dari bisnis ini, ia meraup laba sebesar antara Rp 50 juta sampai dengan Rp 70 juta setiap bulannya. Akan tetapi, akibat kenaikan harga kedelai, tentunya pendapatan itu menjadi berkurang.
"Tetapi syukur Alhamdulillah masih bisa membayarkan karyawan serta biaya operasional setiap harinya," tutupnya. (BeritaQ.com/stanislaus sene)
Post a Comment for "Semangat Bikin Tempe, Mbah Siti yang Selalu Aktif di Usia 60 Tahun"